DENPASAR, Serbibali.com – Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali Brigjen Pol. Drs. Gde Sugianyar Dwi Putra, SH., M.Si., berupaya keras memberantas kasus-kasus penyalahgunaan narkoba di Bali. Ia menilai generasi muda Bali haruslah diselamatkan dari bahaya narkoba, untuk itu pengawasan dan pengungkapan narkoba wajib diintensifkan.
Menurut Brigjen Pol. Sugianyar, bahwa peredaran narkoba sejauh ini tidak langsung menyasar dan tiba di tanah air, khususnya Bali. Lulusan Akpol 1987 yang sudah banyak pengalaman ini mencermati narkoba masuk dengan berbagai cara dari wilayah Pulau Sumatera, hingga turun ke pulau-pulau Timur di Indonesia.
“Sabu-sabu dibuat di darat di kawasan ‘Segitiga Emas’ di Thailand, Myanmar, dan di Laos. Juga di kawasan ‘Bulan Sabit Emas’, itu di perbatasan antara Pakistan, Iran, dan Afganistan. Selanjutnya, masuk lewat laut hingga ke Sumatera, Medan, Aceh, hingga Riau, yang mana sebelumnya harga sabu-sabu Rp750 ribu. Kalau di tempat asalnya sabu ini hanya Rp50 ribu per gram, semakin ke timur harganya makin mahal. Di Bali (diperkirakan) harganya Rp1,5 juta sampai dengan Rp1,7 juta. Di NTB Rp2 juta, di Maluku Rp3 juta, lalu di Papua Rp4 juta,” jelasnya kepada awak media massa.
Mantan Kabid Humas Polda Bali ini meyakini, dugaan banyaknya jalur yang digunakan pengendali narkoba baik darat, laut, dan udara demi memuluskan rencana pengiriman narkoba di masyarakat.
“Proses masuknya sabu-sabu itu dari luar negeri tidak langsung ke sini (Indonesia), tidak. Jadi masuk dari Pulau Sumatera,” ucap mantan Wakapolres Metro Tangerang dan Wakapolda Sulteng ini.
Diceritakan Brigjen Pol. Sugianyar, seperti kasus pengungkapan tersangka M (23) dan F (23) yang berhasil ditangkap pada Sabtu (22/5) lalu saat keduanya turun dari pesawat dan diperiksa di terminal kedatangan domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Mereka diciduk tim gabungan hasil kerjasama dengan BNNP Bali, BNNP Banten, serta Avition Security (Avsec) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, ketika melakukan Operasi Interdiksi Terpadu. Dua tersangka diketahui bertugas sebagai kurir terbang dengan jejaring Aceh dan target pengiriman sasarannya ke Pulau Bali. Akan tetapi, pasca keburu ditangkap, pengendali disebut langsung memutus kontak telepon dimaksud.
“Setelah sampai di bandara akan dihubungi lewat telepon oleh pengendalinya, (pelaku) akan dikirimkan tiket kemudian dan diterima di Mataram,” kata mantan Irwasda Polda Papua ini.
Dalam kondisi keterbukaan informasi teknologi, bagi Brigjen Pol. Sugianyar ia menyoroti anak muda untuk mencegah dan memproteksi diri dari ajakan-ajakan oknum menggunakan narkoba. Bahkan, dia ingin generasi muda jangan sampai berani coba-coba meski alasannya hanya ingin tahu.
“Kasus narkoba gorilla bermula dari merokok, anak muda kaum milenial lebih menginginkan dan rasa tahu tinggi, akhirnya mencoba jenis narkoba ganja, lalu beralih memesan narkoba gorilla. Seperti narkoba jenis DMT, banyak digunakan oleh pengobatan di Amerika Selatan. Efek halusinasi sangat keras, banyak digunakan oleh orang asing yang pernah melakukan pengobatan di Amerika Selatan dan berlanjut dipesan melalui paket,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Pemberantasan BNNP Bali Putu Agus Arjaya mengatakan Dimethyltryptamine (DMT) ada dari tanaman yang menjalar dan kulit pohonnya digunakan pengobatan diseduh serta ada pula dimodifikasi dalam bentuk pasta.
Reaksi DMT menyerupai efek rasa rekreasi dan efek ketenangan oleh para pelaku sebagai dalih untuk mengonsumsi atau mencoba-coba DMT. Hal ini tentu dilarang karena dampak negatifnya membahayakan bagi otak individu dan memberi rasa ketagihan.
“Sifat untuk efek rekreasi dan efek ketenangan (sama seperti ganja). Efek reaksinya inilah yang menyebabkan halusinasi tingkat tinggi,” tandasnya. (mb/sb)