Badung, Serbi Bali-Untuk menghasilkan sarjana yang berkualitas di bidang Science, Technology, Engineering and Mathematics atau STEM, perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia didorong untuk masuk dalam revolusi STEM. Mengingat, Indonesia masih jauh tertinggal dari negeri lain, terutama Amerika dan Tiongkok.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo saat menjadi Narasumber dalam acara Rembuk Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) ke-1 Aptisi di Bali Nusa Dua Convention Center, Sabtu (2/7/2022).
“Tiap tahun RRT menghasilkan sarjana STEM sebanyak 1,3 juta orang, sedangkan USA menghasilkan sarjana STEM sebanyak 300.000 orang,” ungkap Prabowo di depan para Pengurus Pusat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (Aptisi), Rektor PTS dan BEM PTS seluruh Indonesia di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Bali.
Prabowo kemudian memperlihatkan bukti lain betapa Indonesia masih tertinggal di bidang penguasaan teknologi canggih, khusus super komputer.
“Tahun 1996 Indonesia hanya punya 1 super computer, RRT masih nol (kosong). Tapi tahun 2017, RRT sudah memiliki 167 buah super komputer, sedangkan USA memiliki 165 buah super komputer,” sebut Prabowo.
“RRT kini unggul dalam jumlah produksi komputer, semi conductor, komunikasi dan obat-obatan,” lanjut Prabowo.
Sementara itu, Ketua Umum Aptisi Pusat Dr. M. Budi Djatmiko mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan PTS yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap negeri ini.
Hasil Rembuk Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno di Bali memutuskan sedikitnya tujuh poin untuk disampaikan kepada pemerintah, namun ada tiga poin yang menurut Budi sangat penting dan wajib direspons pemerintah. Pertama, hapus biaya akreditasi mandiri, kedua, perbaiki sistem uji kompetensi dan ketiga, jatah beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Budi Djatmiko menjelaskan, saat ini ada tiga jenis biaya akreditasi yakni Rp 50 juta, Rp 79 juta dan Rp 82 juta.
“Aptisi keberatan dengan biaya akreditasi mandiri tersebut dengan tiga alasan. Pertama, terlalu mahal. Kedua, biaya itu bisa dibayar oleh pemerintah, sehingga tidak perlu dibebankan kepada PTS. Ketiga, Aptisi mengajukan isian akreditasi berbasis Block Chain, sehingga tidak berbayar dan tidak perlu mendatangkan asesor, tapi kami direview dan langsung keluar status akreditasi PTS,” terang Budi Djatmiko.
Tuntutan kedua, adalah Aptisi mendesak pemerintah menaikan jumlah mahasiswa PTS penerima beasiswa KIP Kuliah. Dia menyebut, tahun 2020 mahasiswa PTS hanya kebagian 5 persen jatah beasiswa KIP Kuliah, tahun 2021 naik menjadi 65 persen, sekarang tahun 2022 malah turun lagi menjadi 50 persen.
“Padahal saat ada 4530 PTS dibawah Aptisi dengan jumlah mahasiswa sekitar 6 juta orang dari total 9 juta mahasiswa Indonesia,” beber Budi Djatmiko.
Menurutnya, apa yang disepakati Aptisi di Bali atau lebih tepat tuntutan Aptisi ini, akan segera disampaikan kepada Presiden Jokowi oleh Pengurus Pusat Aptisi.
Tuntutan Aptisi supaya dihapus biaya akreditasi.
“Ini saya harus menyampaikan, saya harus mengingatkan kepada para pemegang kebijakan, jangan salahkan saya, kalau mau turuti suara Aptisi semuanya free, gratis. Kalau tidak, BEM PTS seluruh Indonesia akan turun ke Jakarta Agustus mendatang, untuk menyampaikan aspirasi ini,” tegas
Budi Djatmiko.
Menyinggung paparan Menhan Prabowo Subianto tentang permasalahan bangsa saat ini, Budi Djatmiko sangat mengapresiasi ide dan cara-cara Prabowo menyelesaikan permasalahan bangsa.
“Tadi, hampir semua pimpinan perguruan tinggi mendukung cara pak Prabowo menyelesaikan permasalahan bangsa.
Walaupun, saya tidak tahu apakah beliau mau maju atau tidak (dalam Pilres 2024-red) tapi pemikiran-pemikiran beliau tadi sangat diapresiasi oleh para pimpinan perguruan tinggi seluruh indonesia.
Masalahnya, apakah beliau mau jadi calon presiden atau tidak, yang jelas Aptisi mendukung pemikiran-pemikiran beliau,” tegas Budi Djatmiko.
+ There are no comments
Add yours